Monday, February 29, 2016

Kisah Inspirasi - Tentang Kesempurnaan

cerita inspiratif, inspirasi, Kahlil Gibran

Kisah Inspiratif - Pada suatu hari Kahlil Gibran berdialog dengan gurunya.

Gibran : "Wahai guru, bagaimana caranya agar kita mendapatkan sesuatu yang paling sempurna dalam hidup?"

Sang guru merenung sejenak lalu menjawab : "Berjalanlah lurus di taman bunga, lalu petiklah bunga yang paling indah... dan jangan pernah kembali kebelakang!"

Setelah berjalan dan sampai di ujung taman, Gibran kembali dengan tangan hampa. Lalu sang guru bertanya : "Mengapa kamu tidak mendapatkan bunga satu pun?"

Gibran : "Sebenarnya tadi aku sudah menemukannya, tapi tidak ku petik karena aku pikir mungkin yang didepan pasti ada yang lebih indah, namun ketika aku sudah sampai di ujung, aku baru sadar bahwa yang aku lihat tadi adalah yang terindah, dan aku pun tak bisa kembali kebelakang lagi"

Sambil tersenyum sang guru berkata : "Ya... itulah hidup, semakin kita mencari kesempurnaan, semakin pula kita tak akan pernah mendapatkannya, karena sejatinya kesempurnaan yang hakiki tidak akan pernah ada, yang ada hanyalah keikhlasan hati kita untuk menerima kekurangan yang ada ..."

Maka ...
Jangan mencari kesempurnaan, tapi sempurnakanlah apa yang telah ada pada diri kita.
Enhanced by Zemanta

Sunday, February 28, 2016

Kisah Inspirasi - Kita Tahu Yang Kita Mau Tapi ...


Suatu hari, sebelum pulang kantor, sang suami menelpon istrinya, "sayang, alhamdulillah, bonus akhir tahun dari perusahaan sudah turun, Rp. 150 juta." Dibalik telpon, sang istri tentu saja mengungkapkan rasa syukurnya, "Alhamdulillah, semoga barokah ya mas".

Sejak beberapa bulan yang lalu mereka sudah merencanakan membeli mobil sederhana untuk keluarga kecilnya. Dan uang bonus yang cair kali ini, mereka rasa cukup pas untuk membeli mobil sesuai budget.

Namun dalam perjalanan pulang, dia ditelpon oleh ibunya di kampung, "Nak, kamu ada tabungan? Tadi ada orang datang ke rumah. Ternyata almarhum ayahmu punya hutang ke dia cukup besar, Rp. 50 juta." Tanpa pikir panjang, ia pun bilang ke ibunya, "Iya, Bu, insyaAllah ada." Dia berpikir, "Nggak apa-apa lah, masih cukup untuk beli mobil yang 100 jutaan, mungkin ini lebih baik."

Dia pun melanjutkan perjalanan. Belum tiba di rumah, Ponselnya kembali berdering. Seorang sahabat karibnya tiba-tiba menghubunginya sambil menangis. Sahabatnya itu sambil terbata mengabarkan bahwa anaknya harus segera dioperasi minggu ini. Banyak biaya yang tidak bisa dicover oleh asuransi kesehatan dari pemerintah. Tagihan dari rumah sakit Rp. 80 juta.

Lalu dia berpikir sejenak. Uang bonusnya tinggal 100 juta. Jika ini diberikan kepada sahabatnya, maka tahun ini ia gagal membeli mobil impiannya. Tapi nuraninya mengetuk, "Berikan padanya. Mungkin ini memang jalan Allah untuk menolong sahabatmu itu. Mungkin ini memang rezekinya yang datang melalui perantara dirimu." Ia pun menuruti panggilan nuraninya.

Setibanya di rumah, dia menemui istrinya dengan wajah yang lesu. Sang istri bertanya, "Kenapa, mas? Ada masalah? Nggak seperti biasanya pulang kantor murung gini?" Sang suami mengambil napas panjang, "Tadi ibu di kampung telpon, butuh 50 juta untuk bayar utang almarhum bapak. Nggak lama, sahabat abang juga telpon, butuh 80 juta untuk operasi anaknya. Uang kita tinggal 20 juta. Maaf ya, tahun ini kita tidak jadi beli mobil dulu."

Sang istri pun tersenyum, "Aduh, mas, kirain ada masalah apaan. Mas, uang kita yang sebenarnya bukan yang 20 juta itu, tapi yang 130 juta. Uang yang kita infakkan kepada orang tua kita, kepada sahabat kita, itulah harta kita yang sesungguhnya. Yang akan kita bawa menghadap Allah, yang tidak mungkin bisa hilang jika kita ikhlas. Sedangkan yang 20 juta di rekening itu, masih belum jelas, benaran harta kita atau akan menjadi milik orang lain."

Sang istri pun memegang tangan suaminya, "Mas, insyaAllah ini yg terbaik. Bisa jadi jika kita beli mobil saat ini, jsutru menjadi keburukan bagi kita. Bisa jadi musibah besar justru datang ketika mobil itu hadir saat ini. Maka mari berbaik sangka kepada Allah, karena kita hanya tahu yang kita inginkan, sementara Allah-lah yang lebih tahu apa yang kita butuhkan."

Saturday, February 27, 2016

Kisah Inspiratif - Diatas Langit Masih Ada Langit


Pada suatu hari, seorang pengusaha sedang memotong rambutnya pada tukang cukur yang berdomisili tak jauh dari kantornya, mereka melihat ada seorang anak berusia 10 tahunan berlari-lari dan melompat-lompat di depan mereka.

Tukang cukur berkata, "Itu Benu, dia anak paling bodoh yang pernah saya kenal"

"Masak, apa iya?" jawab pengusaha

Lalu tukang cukur memanggil si Benu, ia lalu merogoh kantongnya dan mengeluarkan lembaran uang Rp.2.000 dan koin Rp.1.000, lalu menyuruh Benu memilih, "Benu, kamu boleh pilih dan ambil salah satu uang ini, terserah kamu mau pilih yang mana, ayo ambil!"

Benu melihat ke tangan Tukang cukur dimana ada uang Rp.2.000 dan Rp.1.000, lalu dengan cepat tangannya bergerak mengambil uang Rp.1.000.

Tukang cukur dengan perasaan bangga lalu melirik dan berbalik kepada sang pengusaha dan berkata, "Benar kan yang saya katakan tadi, Benu itu memang anak terbodoh yang pernah saya temui. Sudah tak terhitung berapa kali saya ngetes dia seperti itu tadi dan dia selalu mengambil uang logam yang nilainya lebih kecil."

Setelah sang pengusaha selesai memotong rambutnya, di tengah perjalanan pulang dia bertemu dengan Benu. Karena merasa penasaran dengan apa yang dia lihat sebelumnya, dia pun memanggil Benu dan bertanya, "Benu, tadi saya melihat sewaktu tukang cukur menawarkan uang lembaran Rp.2.000 dan Rp.1.000, saya lihat kok yang kamu ambil uang yang Rp.1.000, kenapa tak ambil yang Rp.2.000, nilainya kan lebih besar 2 kali lipat dari yang Rp.1.000?"

Benu pun tertawa kecil berkata, "Saya tidak akan dapat lagi Rp.1.000 setiap hari, karena tukang cukur itu selalu penasaran kenapa saya tidak ambil yang seribu. Kalau saya ambil yang Rp.2.000, berarti permainannya selesai dan kapan lagi saya dapat uang jajan gratis setiap hari."

********

Banyak orang yang merasa lebih pintar dibandingkan orang lain, sehingga mereka sering menganggap remeh orang lain. Ukuran kepintaran seseorang hanya TUHAN yang mengetahuinya. Alangkah bijaksananya jika kita tidak menganggap diri sendiri lebih pintar dari orang lain. Di atas langit masih ada langit yang lain.

Friday, February 26, 2016

Kisah Inspirasi - Akhirnya Aku Berhenti Menjadi Wanita Karir

Tentang Wanita, cerita inspiratif, kisah islami, wanita karir muslimah, wanita karir berhijab

Storypirasi. Aku menunggu teman yang menjemputku di masjid seusai ashar. Kulihat seseorang yang berpakaian rapi, berjilbab dan tertutup sedang duduk disamping masjid. Kelihatannya ia sedang menunggu seseorang juga. Aku mencoba menegurnya dan duduk disampingnya, mengucapkan salam, sembari berkenalan.

Dan akhirnya pembicaraan sampai pula pada pertanyaan itu. “Anti sudah menikah?”.
“Belum”, jawabku datar.

Kemudian wanita berjubah panjang (Akhwat) itu bertanya lagi “kenapa?”
Pertanyaan yang hanya bisa ku jawab dengan senyuman. Ingin kujawab karena masih hendak melanjutkan pendidikan, tapi rasanya itu bukan alasan.

“Mbak menunggu siapa?” aku mencoba bertanya.
“Menunggu suami” jawabnya pendek.

Aku melihat kesamping kirinya, sebuah tas laptop dan sebuah tas besar lagi yang tak bisa kutebak apa isinya. Dalam hati bertanya-tanya, dari mana mbak ini? Sepertinya wanita karir. Akhirnya kuberanikan juga untuk bertanya “Mbak kerja di mana?”

Entah keyakinan apa yang membuatku demikian yakin jika mbak ini memang seorang wanita pekerja, padahal setahu ku, akhwat-akhwat seperti ini kebanyakan hanya mengabdi sebagai ibu rumah tangga.

“Alhamdulillah 2 jam yang lalu saya resmi tidak bekerja lagi” jawabnya dengan wajah yang aneh menurutku, wajah yang bersinar dengan ketulusan hati.

“Kenapa?” tanyaku lagi.
Dia hanya tersenyum dan menjawab “karena inilah PINTU AWAL kita wanita karir yang bisa membuat kita lebih hormat pada suami” jawabnya tegas.

Aku berfikir sejenak, apa hubungannya? Heran. Lagi-lagi dia hanya tersenyum.

Saudariku, boleh saya cerita sedikit? Dan saya berharap ini bisa menjadi pelajaran berharga buat kita para wanita yang Insya Allah hanya ingin didatangi oleh laki-laki yang baik-baik dan sholeh saja.

“Saya bekerja di kantor, mungkin tak perlu saya sebutkan nama kantornya. Gaji saya 7 juta/bulan. Suami saya bekerja sebagai penjual roti bakar di pagi hari dan es cendol di siang hari. Kami menikah baru 3 bulan, dan kemarinlah untuk pertama kalinya saya menangis karena merasa durhaka padanya. Kamu tahu kenapa ?

Waktu itu jam 7 malam, suami saya menjemput saya dari kantor, hari ini lembur, biasanya sore jam 3 sudah pulang. Setibanya dirumah, mungkin hanya istirahat yang terlintas dibenak kami wanita karir. Ya, Saya akui saya sungguh capek sekali ukhty. Dan kebetulan saat itu suami juga bilang jika dia masuk angin dan kepalanya pusing. Celakanya rasa pusing itu juga menyerang saya. Berbeda dengan saya, suami saya hanya minta diambilkan air putih untuk minum, tapi saya malah berkata, “abi, umi pusing nih, ambil sendiri lah !!”.

Pusing membuat saya tertidur hingga lupa sholat isya. Jam 23.30 saya terbangun dan cepat-cepat sholat, Alhamdulillah pusing pun telah hilang. Beranjak dari sajadah, saya melihat suami saya tidur dengan pulasnya.

Menuju ke dapur, saya liat semua piring sudah bersih tercuci. Siapa lagi yang bukan mencucinya kalo bukan suami saya (kami memang berkomitmen untuk tidak memiliki khodimah)? Terlihat lagi semua baju kotor telah di cuci. Astagfirullah, kenapa abi mengerjakan semua ini? Bukankah abi juga pusing tadi malam? Saya segera masuk lagi ke kamar, berharap abi sadar dan mau menjelaskannya, tapi rasanya abi terlalu lelah, hingga tak sadar juga.

Rasa iba mulai memenuhi jiwa saya, saya pegang wajah suami saya itu, ya Allah panas sekali pipinya, keningnya, Masya Allah, abi demam, tinggi sekali panasnya. Saya teringat perkataan terakhir saya pada suami tadi. Hanya disuruh mengambilkan air putih saja saya membantahnya. Air mata ini menetes, air mata karena telah melupakan hak-hak suami saya.”

Subhanallah, aku melihat mbak ini cerita dengan semangatnya, membuat hati ini merinding. Dan kulihat juga ada tetesan air mata yang di usapnya.

“Kamu tahu berapa gaji suami saya? Sangat berbeda jauh dengan gaji saya. Sekitar 600-700 rb/bulan. Sepersepuluh dari gaji saya sebulan. Malam itu saya benar-benar merasa sangat durhaka pada suami saya.

Dengan gaji yang saya miliki, saya merasa tak perlu meminta nafkah pada suami, meskipun suami selalu memberikan hasil jualannya itu pada saya dengan ikhlas dari lubuk hatinya. Setiap kali memberikan hasil jualannya, ia selalu berkata “Umi, ini ada titipan rezeki dari Allah, di ambil ya buat keperluan kita, dan tidak banyak jumlahnya, mudah-mudahan Umi ridho”, begitulah katanya. Saat itu saya baru merasakan dalamnya kata-kata itu. Betapa harta ini membuat saya sombong dan durhaka pada nafkah yang diberikan suami saya, dan saya yakin hampir tidak ada wanita karir yang selamat dari fitnah ini.

“Alhamdulillah saya sekarang memutuskan untuk berhenti bekerja, mudah-mudahan dengan jalan ini, saya lebih bisa menghargai nafkah yang diberikan suami. Wanita itu sering begitu susah jika tanpa harta, dan karena harta juga wanita sering lupa kodratnya" Lanjutnya lagi, tak memberikan kesempatan bagiku untuk berbicara.

“Beberapa hari yang lalu, saya berkunjung ke rumah orang tua, dan menceritakan niat saya ini. Saya sedih, karena orang tua, dan saudara-saudara saya justru tidak ada yang mendukung niat saya untuk berhenti berkerja. Sesuai dugaan saya, mereka malah membanding-bandingkan pekerjaan suami saya dengan yang lain.”

Aku masih terdiam, bisu mendengar keluh kesahnya. Subhanallah, apa aku bisa seperti dia? Menerima sosok pangeran apa adanya, bahkan rela meninggalkan pekerjaan.

“Kak, bukankah kita harus memikirkan masa depan ? Kita kerja juga kan untuk anak-anak kita kak. Biaya hidup sekarang ini mahal. Begitu banyak orang yang butuh pekerjaan. Nah kakak malah pengen berhenti kerja. Suami kakak pun penghasilannya kurang. Mending kalo suami kakak pengusaha kaya, bolehlah kita santai-santai aja di rumah.

Salah kakak juga sih, kalo mau jadi ibu rumah tangga, seharusnya nikah sama yang kaya. Sama dokter muda itu yang berniat melamar kakak duluan sebelum sama yang ini. Tapi kakak lebih milih nikah sama orang yang belum jelas pekerjaannya. Dari 4 orang anak bapak, Cuma suami kakak yang tidak punya penghasilan tetap dan yang paling buat kami kesal, sepertinya suami kakak itu lebih suka hidup seperti ini, ditawarin kerja di bank oleh saudara sendiri yang ingin membantupun tak mau, sampai heran aku, apa maunya suami kakak itu”. Ceritanya kembali mengalir, menceritakan ucapan adik perempuannya saat dimintai pendapat.

“Anti tau, saya hanya bisa menangis saat itu. Saya menangis bukan karena apa yang dikatakan adik saya itu benar, Demi Allah bukan karena itu. Tapi saya menangis karena imam saya sudah dipandang rendah olehnya”.

Bagaimana mungkin dia meremehkan setiap tetes keringat suami saya, padahal dengan tetesan keringat itu, Allah memandangnya mulia ?
Bagaimana mungkin dia menghina orang yang senantiasa membangunkan saya untuk sujud dimalam hari ?
Bagaimana mungkin dia menghina orang yang dengan kata-kata lembutnya selalu menenangkan hati saya ?
Bagaimana mungkin dia menghina orang yang berani datang pada orang tua saya untuk melamar saya, padahal saat itu orang tersebut belum mempunyai pekerjaan ?
Bagaimana mungkin seseorang yang begitu saya muliakan, ternyata begitu rendah di hadapannya hanya karena sebuah pekerjaaan ?

Saya memutuskan berhenti bekerja, karena tak ingin melihat orang membanding-bandingkan gaji saya dengan gaji suami saya.
Saya memutuskan berhenti bekerja juga untuk menghargai nafkah yang diberikan suami saya.
Saya juga memutuskan berhenti bekerja untuk memenuhi hak-hak suami saya.

Saya berharap dengan begitu saya tak lagi membantah perintah suami saya. Mudah-mudahan saya juga ridho atas besarnya nafkah itu. Saya bangga dengan pekerjaan suami saya ukhty, sangat bangga, bahkan begitu menghormati pekerjaannya, karena tak semua orang punya keberanian dengan pekerjaan seperti itu.

Disaat kebanyakan orang lebih memilih jadi pengangguran dari pada melakukan pekerjaan yang seperti itu. Tetapi suami saya, tak ada rasa malu baginya untuk menafkahi istri dengan nafkah yang halal. Itulah yang membuat saya begitu bangga pada suami saya.

“Suatu saat jika anti mendapatkan suami seperti suami saya, anti tak perlu malu untuk menceritakan pekerjaan suami anti pada orang lain. Bukan masalah pekerjaannya ukhty, tapi masalah halalnya, berkahnya, dan kita memohon pada Allah, semoga Allah menjauhkan suami kita dari rizki yang haram”. Ucapnya terakhir, sambil tersenyum manis padaku. Mengambil tas laptopnya, bergegas ingin meninggalkanku.

Kulihat dari kejauhan seorang laki-laki dengan menggunakan sepeda motor butut mendekat ke arah kami, wajahnya ditutupi kaca helm, meskipun tak ada niatku menatap mukanya. Sambil mengucapkan salam, wanita itu meninggalkanku. Wajah itu tenang sekali, wajah seorang istri yang begitu ridho.

Ya Allah….
Sekarang giliran aku yang menangis. Hari ini aku dapat pelajaran paling berkesan dalam hidupku. Pelajaran yang membuatku menghapus sosok pangeran kaya yang ada dalam benakku..Subhanallah..Walhamdulillah..Wa Laa ilaaha illallah...Allahu Akbar.


**********

Artikel di atas adalah hasil saduran dan kutipan dari berbagai tulisan baik media cetak maupun elektronik. Tulisan tersebut dimaksudkan untuk sharing motivasi, inspirasi, kisah hidup dan lain-lain.


Sumber Gambar: http://media.rumahmadani.com

Thursday, February 25, 2016

Kisah Inspiratif - Penjual Kue dan Pemilik Toko

Kisah Inspiratif, Penjual Kue dan Pemilik Toko

HARI ini sesosok wanita tua mengetuk pintu kaca toko. “Bu… Beli kue saya… Belum laku satupun… Kalau saya sudah ada yang laku saya enggak berani ketuk kaca toko ibu…”
Saya persilakan beliau masuk dan duduk. Segelas air dan beberapa butir kurma saya sajikan untuk beliau.
“Ibu bawa kue apa?”
“Gemblong, getuk, bintul, gembleng, Bu.”
Saya tersenyum… “Saya nanti beli kue ibu… Tapi ibu duduk dulu, minum dulu, istirahat dulu, muka ibu sudah pucat.”
Dia mengangguk. “Kepala saya sakit, Bu.. Pusing, tapi harus cari uang. Anak saya sakit, suami saya sakit, di rumah hari ini beras udah gak ada sama sekali. Makanya saya paksain jualan,” katanya sambil memegang keningnya. Air matanya mulai jatuh.
Saya cuma bisa memberinya sehelai tisu…
“Sekarang makan makin susah, Bu…. Kemarin aja beras gak kebeli… Apalagi sekarang… Katanya bensin naik.. Apa-apa serba naik.. Saya udah 3 bulan cuma bisa bikin bubur… Kalau masak nasi gak cukup.
Hari ini jualan gak laku, nawarin orang katanya gak jajan dulu. Apa apa pada mahal katanya uang belanjanya pada enggak cukup…”

“Anak ibu sakit apa?” Saya bertanya.
“Gak tau, Bu… Batuknya berdarah…”
Saya terpana. “Ibu, Ibu harus bawa anak Ibu ke puskesmas. Kan ada BPJS…”
Dia cuma tertunduk. “Saya bawa anak saya pakai apa, Bu? Gendong gak kuat.. .Jalannya jauh… Naik ojek gak punya uang…”
“Ini Ibu kue bikin sendiri?”
“Enggak, Bu… Ini saya ngambil.” jawabnya.
“Terus ibu penghasilannya dari sini aja?”
Dia mengangguk lemah…
“Berapa Ibu dapet setiap hari?”
“Gak pasti, Bu… Ini kue untungnya 100-300 perak, bisa dapet Rp4 ribu -12 ribu paling banyak.”
Kali ini air mata saya yang mulai mengalir. “Ibu pulang jam berapa jualan?”
“Jam 2.. .Saya gak bisa lama lama, Bu.. Soalnya uangnya buat beli beras… Suami sama anak saya belum makan. Saya gak mau minta-minta, saya gak mau nyusahin orang.”

“Ibu, kue-kue ini tolong ibu bagi-bagi di jalan, ini beli beras buat 1 bulan, ini buat 10x bulak-balik naik ojek bawa anak Ibu berobat, ini buat modal ibu jualan sendiri. Ibu sekarang pulang saja… Bawa kurma ini buat pengganjal lapar…”
Ibu itu menangis… Dia pindah dari kursi ke lantai, dia bersujud tak sepatah katapun keluar lalu dia kembalikan uang saya. “Kalau ibu mau beli.. Beli lah kue saya. Tapi selebihnya enggak bu… Saya malu….”
Saya pegang erat tangannya… “Ibu… Ini bukan buat ibu… Tapi buat ibu saya… Saya melakukan bakti ini untuk ibu saya, agar dia merasa tidak sia-sia membesarkan dan mendidik saya… Tolong diterima…” Saya bawa keranjang jualannya. Saat itu aku memegang lengannya dan saya menyadari dia demam tinggi. “Ibu pulang ya…”
Dia cuma bercucuran airmata lalu memeluk saya. “Bu.. Saya gak mau ke sini lagi… Saya malu…. Ibu gak doyan kue jualan saya… Ibu cuma kasihan sama saya… Saya malu…”
Saya cuma bisa tersenyum. “Ibu, saya doyan kue jualan Ibu, tapi saya kenyang… Sementara di luar pasti banyak yang lapar dan belum tentu punya makanan. Sekarang Ibu pulang yaa…”
Saya bimbing beliau menyeberang jalan, lalu saya naikkan angkot… Beliau terus berurai air mata.
Lalu saya masuk lagi ke toko, membuka buka FB saya dan membaca status orang orang berduit yang menjijikan.

***********

Mariiiii budayakan untuk berusaha semaksimal hidup kita, jangan mudah menadahkan tangan... memberi dengan bijak, membuat hidup lebih bermakna.

Selama badan sanggup berdiri, kaki sanggup melangkah, pantanglah untuk berkeluh kesah dan mengasihani diri ........

Wednesday, February 24, 2016

Kisah Inspirasi - Kekayaan Tidak Akan Bisa Membeli Kebahagiaan

kisah inspiratif, cerita inspiratif, TENTANG KEBAHAGIAAN

Pak Handoyo adalah seorang pengusaha paling kaya nomor 2 di kotanya. Pak Handoyo selalu mengajarkan pada keluarganya untuk menabung dan tidak boros. Meski mereka keluarga kaya, namun harus tetap bisa bijaksana dalam menggunakan uang dan harta yang mereka miliki.

Kendati begitu, Pak Handoyo tahu bahwa anak-anaknya terlalu sering bergaul dengan teman-teman dari latar belakang yang sama. Oleh karena itu, Pak Handoyo ingin memberi pandangan lain pada anaknya yang mulai remaja itu.

Suatu ketika, saat liburan sekolah tiba, ia mengajak anaknya untuk bepergian ke desa. Ia ingin menunjukkan padanya suasana pedesaan yang jauh berbeda dengan kota yang riuh dan modern. Sang anak pun melihat rumah-rumah penduduk yang sepertinya seukuran dengan garasi mobil ayahnya.

Pak Handoyo mengatakan, "Lihat, Nak. Rumah-rumah ini lebih kecil dari rumah kita. Apakah kamu bisa melihat seberapa kaya mereka?"

Sang anak melihat ke arah pemukiman yang terhampar di hadapannya. "Iya. Kita punya 1 anjing, mereka punya banyak sapi. Kita punya kolam renang, mereka punya sungai yang besar. Kita punya lampu antik di rumah, mereka setiap malam bisa melihat bulan dan bintang," jawabnya.

Kemudian sang ayah bertanya, "Lantas bagaimana?"

Sang anak kembali menjawab, "Saat kita sering beli bahan makanan, mereka menanam dan memanen sendiri. Aku punya mainan, mereka punya teman. Kita dilindungi pagar yang tinggi dan kokoh, mereka punya tetangga yang saling menyapa. Kita punya tetangga yang punya anak seumuran denganku, tapi aku hampir tak pernah bertemu dengan mereka."

Mendengar jawaban ini, sang ayah tersenyum. Sang anak kemudian menyimpulkan, "Terima kasih, Ayah. Kau telah mengajarkan aku bahwa mungkin kita kaya dan punya segalanya, tapi mungkin.. hidup bukan sekedar tentang semua itu."

Sang ayah mengangguk sambil tersenyum, "Bukan uang yang membuat kita bahagia. Tapi kesederhanaan kecil yang mereka miliki yang sebenarnya membuat seseorang bisa bahagia. Teman, keluarga, sosialisasi, keterbatasan, kerja keras, solidaritas, hal-hal seperti ini sebaiknya kau pelajari sejak muda."

"Ayah tak langsung lahir sebagai orang kaya. Ayah ingin kamu belajar bahwa kebahagiaan lebih penting dari semua yang nanti akan ayah wariskan padamu," ujarnya.

*****

Kemapanan memang bisa mencukupi kita. Seringkali kita berusaha keras untuk mencapai kemapanan dan kemakmuran. Namun, hidup tidak selalu mengenai kemapanan.

Sembari mencukupi materi, jangan lupa untuk selalu berbagi dan mengasihi. Hidup akan kosong bila kita hanya memikirkan target kerja dan materi, sementara tak diimbangi dengan tawa bahagia bersama mereka yang kita sayangi.


Sumber : vemale.com

Tuesday, February 23, 2016

Kisah Inspirasi - Hidupkan Mimpimu Menjadi Nyata

motivasi, cerita inspiratif

Suatu ketika, di sebuah lereng, tersebutlah seonggok sarang Elang. Di dalamnya terdapat 6 butir telur yang sedang dierami induknya. Suatu hari, terjadi sebuah gempa kecil dan mengakibatkan sebutir telur mengelinding ke bawah. Namun, induk Elang tak mengetahui hal itu. Untung lah, telur itu kuat, sehingga kemudian benda itu malah masuk ke dalam sebuah sangkar ayam. Seekor induk ayam yang sedang mengeram, lalu malah memasukkan telur itu ke dalam buaian bersama telur-telur ayam lainnya.

Beberapa saat kemudian, menetas lah telur itu, dan keluarlah seekor anak Elang yang gagah. Namun, sayangnya, ia dilahirkan di tengah keluarga ayam. Lama kemudian Elang kecil itu, tumbuh bersama anak-anak ayam lainnya. Dan si Elang kecil itupun percaya bahwa ia adalah seekor anak ayam. Ia juga mencintai sangkar dan induk ayam, namun, ada keinginan lain di hati kecilnya.

Elang kecil itu, suatu ketika, melihat elang-elang besar yang sedang mengepakkan sayapnya yang indah di angkasa. Ia kagum sekali dengan kegagahan mereka.
"Oh," Elang kecil itu memekik.
"Andai saja, aku bisa terbang seperti burung-burung gagah itu." katanya sambil menatap langit.
Anak-anak ayam lain tertawa mencericit. "Ha ha ha... kamu tak akan bisa terbang bersama mereka," ujar seekor anak ayam.
"Kamu adalah ayam, dan ayam tak bisa terbang!" Hahahaha...
Tawa anak-anak ayam itu kembali memenuhi telinga si Elang kecil. "Oh, andai saja..." ujarnya pelan.
Elang kecil itu kembali menatap langit. Menatap keluarga yang sebenarnya di atas sana.

Setiap waktu, saat Elang itu mengungkapkan impiannya, ia selalu diberi nasehat, bahwa itu adalah hal yang mustahil yang bisa dilakukannya. Dan hal itulah yang terus dipelajari oleh si Elang, bahwa ia tak mungkin bisa terbang, dan mengepakkan sayapnya di angkasa. Lama kemudian, si Elang berhenti bermimpi, dan melanjutkan hidupnya sebagai ayam biasa. Akhirnya, setelah sekian lama hidup menderita, dikekang dengan semua impiannya, si Elang pun mati.

Ini adalah sebuah amsal yang baik tentang kehidupan. Ini, adalah sebuah permisalan yang indah tentang makna harapan dan impian-impian. Ada banyak sekali asa dan hasrat, yang akhirnya pupus, karena hilangnya rasa percaya dalam kalbu. Ada banyak sekali harapan-harapan yang hilang, hanya karena kita tak percaya dengan semua kemampuan yang kita miliki.

Mungkin, kita ini adalah Elang-Elang kecil, yang bisa jadi lahir dalam buaian ayam. Kita semua adalah manusia-manusia hebat, yang punya banyak potensi. Allah berikan banyak anugerah buat kita, namun seringkali rasa percaya diri itu begitu kecil, tak mampu membuat kita yakin bahwa kita mampu, bahwa kita bisa. Allah berikan banyak sekali rahmat, namun seringkali itu semua itu tak membuat kita makin bersyukur, dan mau menjadikannya sebagai pendorong dalam hati.

Kita akan menjadi apa yang kita percayai. Jadi, saat kita bermimpi untuk menjadi "elang", teruskan impian tadi, dan coba, abaikan dulu nasehat "ayam-ayam" itu. Karena siapa tahu, kita adalah calon "elang-elang" yang akan lahir dan mengepakkan sayap dengan indah di angkasa.

*******


Monday, February 22, 2016

Kisah Inspirasi - Arti kekayaan



Ia mulai dari tidak ada apa-apanya bekerja sebagai kuli bangunan hingga akhirnya berhasil menjadi kepala bagian. Kemudian ia membentuk tim pekerja tersendiri yang akhirnya berkembang menjadi sebuah perusahaan konstruksi.

Sang istri yang mendampingi pria ini sejak kuli bangunan, semakin hari tampak semakin tua. Tubuh yang dulunya langsing, sekarang tampak kasar berotot, kulit pun tidak sehalus dulu. Dibandingkan dengan beribu wanita cantik di luar sana, ia tampak terlalu sederhana dan pendiam. Kehadirannya senantiasa mengingatkannya akan masa lalu yang sukar.

Sang suami berpikir, inilah saatnya pernikahan ini berakhir. Ia menabungkan uang sebesar 1 miliar ke dalam bank istrinya, membeli juga baginya sebuah rumah di daerah kota. Ia merasa, ia bukanlah suami yang tak berperasaan. Sekiranya ia tidak mempersiapkan bekal bagi hari tua istrinya, hatinya pun tidak tenang......

Akhirnya, ia pun mengajukan gugatan cerai kepada istrinya.

Sang istri duduk berhadapan dengannya. Tanpa berbicara sepatah katapun ia mendengarkan alasan sang suami mengajukan perceraian. Tatapannya terlihat tetap teduh dan tenang. Ketika hari sang istri pergi dari rumah pun tiba, sang suami membantunya memindahkan barang-barang menuju rumah baru yang dibelikan oleh suaminya. Demikian pernikahan yang telah dibangun selama hampir 20 tahun lebih itu pun berakhir begitu saja.

Sepanjang pagi itu, hati sang suami sungguh tidak tenang. Menjelang siang, ia pun terburu-buru kembali ke rumah tersebut. Namun ia mendapati rumah tersebut kosong, sang istri telah pergi. Di atas meja tergeletak kunci rumah, buku tabungan berisi 1 miliar rupiah dan sepucuk surat yang ditulis oleh istrinya.

" Saya pamit, pulang ke rumah orang tua saya. Semua selimut telah dicuci bersih, dijemur di bawah matahari, kusimpan di dalam kamar belakang, lemari sebelah kiri. Jangan lupa memakainya ketika cuaca mulai dingin.

Sepatu kulitmu telah kurawat semua, nanti bila akhirnya mulai ada yang rusak, bawa ke toko sepatu di sudut jalan untuk diperbaiki.

Kemejamu kugantung pada lemari baju sebelah atas, kaos kaki, ikat pinggang kutaruh di dalam laci kecil di sebelah bawah.

Setelah aku pergi, jangan lupa meminum obat dengan teratur. Lambungmu sering bermasalah. Aku telah menitip teman membelikan obat cukup banyak untuk persediaanmu selama setengah tahun.

Oh ya, kamu sering sekali keluar rumah tanpa membawa kunci, jadi aku mencetak 1 set kunci serta kutitipkan pada security di lantai bawah. Semisalnya kamu lupa lagi membawa kunci, ambil saja padanya.

Ingat tutup pintu dan jendela sebelum pagi-pagi berangkat kerja, kalau tidak, air hujan dapat masuk merusak lantai rumah.

Aku juga membuatkan pangsit. Kutaruh di dapur. Sepulang dari kantor, kamu dapat memasaknya sendiri "

Tulisannya jelek, sukar dibaca. Namun setiap huruf bagaikan selongsong peluru berisikan cinta tulus, yang ditembakkan menghujam jauh ke dalaman ulu hatinya.

Ia memandang setiap pangsit yang terbungkus rapi. Ia teringat 20 tahun yang lalu ketika ia masih menjadi seorang kuli bangunan, teringat suara istrinya memotong sayur, mempersiapkan pangsit di dapur, teringat betapa suara itu bagikan melodi yang indah dan betapa bahagianya ia pada saat itu. Ia pun tiba-tiba teringat janji yang diucapkannya saat itu: "Saya harus memberi kebahagiaan bagi istri saya."  

Detik itu juga ia berlari secepat kilat segera menyalakan mobilnya. Setengah jam kemudian, dengan bersimbah keringat, akhirnya ia menemukan istrinya di dalam kereta.

Dengan nada marah ia berkata, "Kamu mau ke mana? Sepagian aku letih di kantor, pulang ke rumah sesuap nasi pun tak dapat kutelan. Begitu caranya kamu jadi istri? Keterlaluan! Cepat ikut aku pulang!"

Mata sang istri berkaca-kaca, dengan taat ia pun berdiri mengikuti sang suami dari belakang. Mereka pun pulang. Perlahan, air mata sang istri berubah menjadi senyum bahagia.

Ia tidak mengetahui bahwa sang suami yang berjalan di depannya telah menangis sedemikian rupa. Dalam perjalanan sang suami berlari dari rumah ke stasiun kereta, ia begitu takut.. Ia takut tidak berhasil menemukan istrinya, ia sangat takut kehilangan dia.

Ia menyesali dirinya mengapa dirinya begitu bodoh hingga hendak mengusir wanita yang begitu ia cintai. Kehidupan pernikahan selama 20 tahun ini ternyata telah mengikat erat-erat mereka berdua menjadi satu.

*****
Kekayaan yang sebenarnya bukanlah terletak pada angka di dalam buku tabungan, melainkan terletak pada senyuman bahagia pada wajah Anda.

Source: Love Laugh Life

Sunday, February 21, 2016

Kisah Inspiratif Bob Sadino


Kisah inspirasi, cerita motivasi, Ketika Bob Sadino Dikira Tukang Sampah

Suatu pagi, terlihat seorang wanita berpenampilan menarik berusia 40an membawa anaknya memasuki area perkantoran sebuah perusahaan terkenal.

Karena pagi itu masih sangat sepi, mereka pun duduk-duduk di taman samping gedung untuk sarapan sambil menikmati taman yang hijau nan asri.

Sesekali si wanita membuang sembarangan tisu yang bekas dipakainya.

Tidak jauh dari situ, ada seorang kakek tua berpakaian sederhana dengan mengenakan celana pendek sedang memegang gunting untuk memotong ranting. Si kakek menghampiri dan memungut sampah tisu yang dibuang si wanita itu, lalu membuangnya ke tempat sampah.

Beberapa waktu kemudian, kembali wanita itu membuang sampah lagi tanpa rasa sungkan sedikit pun. Kakek tua itu pun dengan sabar memungut kembali dan membuangnya ke tempat sampah.

Sambil menunjuk ke arah sang kakek, si wanita itu lantas berkata kepada anaknya,”Nak, kamu lihat kan, jika tidak sekolah dengan benar, nanti masa depan kamu cuma seperti kakek itu, kerjanya mungutin dan buang sampah! Kotor, kasar, dan rendah seperti dia, jelas ya?”

Si kakek meletakkan gunting dan menyapa ke wanita itu, “Permisi, ini taman pribadi, bagaimana Anda bisa masuk kesini ?” Wanita itu dengan sombong menjawab, “Aku adalah calon manager yang dipanggil oleh perusahaan ini.”

Pada waktu yang bersamaan, seorang pria dengan sangat sopan dan hormat menghampiri si kakek sambil berkata, ”Pak Presdir, hanya mau mengingatkan saja, rapat sebentar lagi akan segera dimulai.”

Sang kakek mengangguk, lalu sambil mengarahkan matanya ke wanita itu dia berkata tegas, “Manager, tolong untuk wanita ini, saya usulkan tidak cocok untuk mengisi posisi apa pun di perusahaan ini.”

Sambil melirik ke arah si wanita, si manager menjawab cepat, “Baik Pak Presdir, kami segera atur sesuai perintah Bapak.”

Setelah itu, sambil berjongkok, sang kakek mengulurkan tangan membelai kepala si anak, “Nak, di dunia ini, yang penting adalah belajar untuk menghormati orang lain, siapa pun dia, entah direktur atau tukang sampah".

Si wanita tertunduk malu, tanpa berani memandang si kakek. Kakek itu adalah Bob Sadino, yang kedudukannya adalah Presiden Direktur di perusahaan tersebut.

*****
Bob Sadino dikenal sebagai pengusaha sukses yang berpenampilan sangat sederhana dan mempunyai ciri khas selalu mengenakan kemeja lengan pendek dan celana pendek, bahkan ketika bertemu dengan presiden maupun pejabat negara sekalipun. Beliau lahir pada tanggal 9 Maret 1933, dan telah meninggal dunia karena sakit pada 19 Januari 2015.

Gayanya yang nyentrik dengan pola pikir unik dan cenderung keluar dari pakem teori maupun buku teks ekonomi menjadikan Bob Sadino sebagai entreprenuer sejati, yang memberikan inspirasi hebat bagi para generasi penerus bangsa yang ingin menjadi pengusaha sukses.



Hargailah setiap orang yang anda temui, walaupun penampilan mereka biasa-biasa saja. Penampilan seseorang belum tentu (bahkan seringkali) menggambarkan kedudukan sosialnya.